Minggu, 23 September 2012

Akhir Rasa di Awal Tahun

Dimana ada awal maka juga akan ada akhir. Begitu pula dengan tahun, ada awal bulan dan akhir bulan. Aku pernah sangat menyayangi seorang lelaki. Sayangku sebenarnya manis untuknya, tapi menghasilkan rasa yang pahit. Wajahku menampilkan senyuman namun hati menangis. Dia yang aku sayang, selalu tak melihatku karena matanya hanya tertuju pada gadis yang dia gilai disana. Aku hanya menjadi pelabuhan ketika dia terpuruk. Tapi aku tetap senang.
Suatu hari kuputuskan untuk merelakannya. Tak akan ku cari lagi, ku tunggu lagi, ku harapkan lagi. Dia impianku yang cukup ku raih walau sekejap dan tak bisa ku genggam selamanya.
Aku membuka diri, mata, hati, pikiran dan mengubah tujuan. Aku menepi pada hati yang baru. Meragukan tanpa sedikitpun dapat meyakinkan. Aku menapak pada hati seorang lelaki muda.
Hari yang tak diduga, tak diharapkan berada dihadapanku. Seorang lelaki yang dulu aku sayangi dengan sangatnya, dia berada tepat didepan pandanganku. Kita bertemu saling sapa. Aku akui, senang rasanya dapat melihatnya dengan nyata dan menyentuh telapak tangannya yang dulu sempat menggenggam tanganku. Banyak kata terlontar mencurahkan resah gelisah selama kita merasa saling kehilangan.
Dia lekaki yang dulu sangat ku sayangi, memintaku kembali. Dia ingin menggenggam tanganku, memelukku ragaku, mencium keningku, menaburiku seperti bunga dengan kasih sayangnya kembali seperti dulu. Aku bingung, aku juga senang. Aku bingung karena aku sudah punya hati yang baru yang menyimpanku di dalamnya, sedangkan aku senang karena ambisi sumpahku terbukti.
Aku meninggalkan hati yang sedang menggenggamku untuk hati lama yang sempat mengusirku. Aku takut kehilangannya  karena dulu Tuhan sempat memberiku bahagia itu dengannya. Kali ini Tuhan memberi dia kesempatan dan peluang untukku kembali menjadi kita.
Bahagia ku rasakan. Tanpa peduli pada hati yang menggenggamku. Waktu demi waktu yang terus berputar, aku menyadari satu hal. Apa yang aku lakukan ini? Aku menyakiti dia yang menggenggamku. Tidakkah aku ingat sakitnya ditinggalkan? Ku sadari pula, hatiku sudah tak sama dengan dulu, rasaku padanya tidak lagi dengan sangat, melainkan hanya merasa senang dan puas karena sumpahku terbukti. Aku merasa sombong kala itu.
Merenung bertanya pada hatiku, dimanakah seharusnya hati ini. Menimbang kasih, aku menyadari hatiku untuk lelaki terkasih yang menyambutku dikala aku rapuh saat dulu. Tapi bisakah aku kembali?
Akhir bulan desember, akhir tahun 2010. Aku melewatinya dengan seorang lelaki yang kembali untukku, tapi aku ingin dengan yang lain. Aku mungkin jahat kala itu, ketika detik terakhir tahun itu, ku sambut tahun 2011 dengan harapan tahun selanjutnya aku dapat kembali pada hati yang sempat ku sakiti dulu. Aku ingin kembali. Maaf jika aku terlalu egois berharap akan semuanya. Aku mungkin sangat keterlaluan mengharapkan kasih lama disamping seorang lelaki yang kusumpahi dulu. Dia menggenggam tanganku, menyertakan doa agar kita selamanya namun ku berharap semuanya berhenti untuk aku dan dia. Aku ingin menghentikan "kita". MAAF!


Rabu, 11 April 2012

Mungkin Dia Begini Tidak Begitu

Gadis bertubuh mungil, bertinggi 150cm pun tidak, berkulit sawo matang. Matanya yang sipit terkadang membuatnya seolah orang cina kebanyakan. Hidungnya tidaklah mancung, namun tetap bernapas. Rambutnya pirang kecoklatan.
Kebanyakan orang yang tidak mengenalnya pasti akan berkata dia jutek. Mungkin karena matanya sipit, mungkin karena tidak ramah, mungkin suka berkata sinis, mungkin suka memalingkan wajah. Mungkin..
Sebenarnya tidak begitu, tapi mungkin juga memang begitu. Semuanya mereka yang menilai. Mereka bebas berpendapat, entah baik atau buruk.
Dia mungkin selalu terlihat lesu bahkan sedih diwajahnya, sebenarnya tidak begitu. Wajahnya saja yang lupa untuk tersenyum. Mungkin dia lupa membawa accecoris dibibirnya. Mungkin karena matanya yang sipit, dia seolah menjadi seorang yang sinis. Entahlah..
Dia bisa tertawa hingga menangis karena sulit menghentikan tawa. Dia bisa lincah ketika dengan orang-orang tersayang. Dia bisa ramah dan tersenyum menyapa kepada temannya. Dia bisa berkata banyak kepada orang-orang terpercayanya. Dia bisa bercanda gurau dilingkungan terdekatnya.
Mungkin berbeda nilai ketika nilai itu keluar dari orang tak dikenalnya. Dia bukanlah begitu, dia hanya tak ingin menjadi palsu. Dia ingin menjadi diri sendiri tanpa memakai topeng baik untuk menipu daya pandangan orang. Untuk apalah berpura-pura karena itu sungguh busuk untuknya. Dia mungkin akan terkesan negative bila orang tidak mengenalnya. Kenalilah dulu, maka nilai-nilaimu akan dia patahkan.

Sabtu, 07 Januari 2012

Oh Aku Rindu

Pagi dingin berkabut, kabutnya menutupi bangunan sekolah ditengah persawahan. Terkadang kabut ini memanipulasi penglihatan, menyulap bangunan sekolahku hilang. Berjalan menuju gerbang kayu seperti tak ada tujuan karna tertutup kabut. Yakin akan setiap langkah, ku temukan bangunan minimalis itu.
Aku makhluk pertama yang selalu menyapa kelas. Ruangan beraroma senyawa-senyawa kimia, berpenghuni makhluk-makhluk pecinta ilmu alam yang selalu bertempur dengan rumus dan teori sejagat alam raya.
Sendiri menunggu kawan belajar seperjuangan. Duduk disampingan tembok kelas, bersandar menikmati udara sehat. Berdiam memikirkan hal yang tidak tau untuk dipikirkan.
Ternyata rindu, aku rindu rasa sebuah perasaan. Rindu merasakan rindu, rindu ingin bercanda tawa, rindu berbagi suka duka, rindu merasa dimiliki, rindu bergenggaman tangan, rindu hangatnya pelukan, rindu manisnya kecupan.
Seharusnya aku singgah dialur ilmu sosial. Aku yang tidak tahan sendiri, sulit jika bertahan dengan sepi. Aku makhluk ilmu alam, tetapi ingin rasa ilmu sosial. Aku terlalu rindu sosok yang membuatku merasakan rindu ini. Aku rindu sosok seorang kekasih. Kekasih, kapan kamu akan mengisi rindu-rinduku, layaknya soal-soal ujian pada anganku dikala sendiri merasa sepi. Kekasih, datanglah..