Senin, 10 Oktober 2011

Erik Akbar


Seorang laki-laki, kakak kelasku di SMA. Dia bernama Erik Akbar, kita hanya terpaksa saling mengenal karena berteman dengan sekumpulan orang yang sama. Kenal tanpa sengaja, meskipun aku tau semuanya kesengajaan karena semuanya sudah diatur oleh Sang Pencipta. Berawal biasa saja, tidak ada yang istimewa. Sebulan mungkin berlalu ternyata kita sudah saling mengirim pesan. Biasanya pesan itu mengenai perhatian-perhatian kecil, namun kita tidak, dia bercerita mengenai rasa cinta pada seorang perempuan yang juga seumuran denganku. Aku begitu melayang jika menjadi perempuan itu, dicintai sebegitunya oleh seorang laki-laki. Dia rela melakukan apa saja untuk perempuannya. Tapi sayang, perempuan itu hanya memanfaatkan kasih sayang dan materi. Aku memang tidak mengenalnya saat itu, tapi kesannya memang seperti itu dan bukan hanya aku saja yang beranggapan seperti itu.
Tanpa disadari sudah 3 bulan aku dan dia selalu bercerita bertatap muka, mendengar suaranya dan kadang begitu rindu meskipun setiap hari bertemu. Aku merasa begitu bergantung padanya. Aku merasakannya, dia pun juga. Yaa, kita berdua tidak bisa mendustai hati.  Lalu bagaimana dengan perempuan yg dia cinta sebelumnya?
Aku cukup tahu diri untuk mencintai laki-laki perempuan lain. Aku siap untuk mundur karena aku salah telah begitu perasa pada perhatiannya. Dia tak ingin aku berlalu melewati rasa yang dibuahi kita berdua.
Dan ditinggalkannya perempuan yg dia cinta sebelum aku.
Hari dimana biasanya diadakan upacara bendera tepat tanggal 28 April 2008, kita jadian! Yaa mungkin pada masa itu bisa disebut hari jadi kita ketika memutuskan untuk menjalin  sebuah hubungan tali kasih.
Erik, laki-laki pertama yang aku kenalkan kepada orangtuaku sebagai pacar. Ini mungkin pertama kalinya juga aku merasa seperti anak remaja pada umumnya. Dia mengantar jemput aku sekolah setiap hari. Aku begitu bangga jika melewati anak-anak perempuan yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah. Aku seperti layak untuk sombong pada mereka yang hanya berjalan dengan teman sekelasnya.
Erik, dia yang selalu memboncengiku dengan Tigernya “blacky’ hanya membahagiakanku sebagai pacar untuk 2 minggu. Yaa, hanya 2 minggu, karena minggu ketiga hubungan kita hanya tinggal cerita. Dia meninggalkanku tanpa alasan.
Sakit hati rasanya, tapi aku tidak bisa membencinya. Dia tetap berlalu dan aku masih saja memikirnya.
9 bulan berlalu. Aku masih tetap sama, masih menyanyanginya dan selalu merindukannya. Kesempatan kedua menghampiriku. Dia datang kembali mengunjungi hidupku. Tanpa ku sia-siakan kesempatan, kita kembali merajut kasih pada hari ke 9 bulan februari 2009. Aku senang walaupun ada rasa takut ditinggalkan lagi, takut jika bahagia ini hanya hitungan minggu seperti tahun lalu. Tapi ternyata tidak..
Sebulan dua bulan kita begitu bahagia. Aku diajak kesana kemari ketempat dia bergaul. Aku dikenalkan semua teman-temannya.
Namun, 3 bulan hubungan kitapun kandas kembali. Dia bilang aku posesif, aku over protectif, aku cemburuan, aku seperti anak kecil. Begitu menyakitkanku dia hanya melihat itu dalam diriku. Tidakkah dia lihat aku begitu sayang padanya?
Saat itu aku rapuh. Menangis menangis dan menangis setiap kali aku ingat. Aku begitu sayang, aku rindu ingin bertemu. Aku hanya bisa melihat album foto kita, mendengarkan lagu-lagu kesukaan kita. Tapi masih ada harapankah aku dan kamu menjadi kita?